Oleh: Putri Hana
Memasuki Malino, aroma cadas dingin sudah terasa menusuk iga-iga pengunjung. Kabut tebal tampak menghalangi pandangan dan hujan berderai rintik-rintik membasahi kota bunga tersebut. Bandungnya Makassar ini terkenal segenap penjuru mata angin Sulawesi Selatan. Bukan hanya karena bunganya saja tetapi alam yang tak pernah terbelikan dan sayur-mayur segar pun melimpah.
Tempat-tempat wisata yang menyejukkan mata terdapat di beberapa titik di Malino. Ada air terjun seribu tangga yang terletak tepat di belakang penginapan Salewangan. Beranjak dari air terjun terdapat lembah biru yang romantis, hamparan luas kebun teh yang menghijau, hutan pinus yang menjulang dengan aroma terapi tak terlupakan dan masih banyak lagi alam-alam indah yang tidak bisa dicitrakan dengan tulisan.
Sepanjang jalan-jalan sejak menginjak Malino di penuhi pohon-pohon kekar berbunga merah-orange lembut. Bunga-bunganya berserakan memenuhi jalan, sehingga tak perlu lagi menyediakan karpet merah bagi pengunjung untuk menuju Parangbobbo, desa eksotis Malino.
Parangbobbo, merupakan salah satu desa di Malino. Untuk mencapai daerah ini dapat ditempuh dengan mobil sekitar satu jam dari kota Malino. Waktu perjalanan ini memang cukup jauh, tetapi sepanjang jalan ini, alam tidak bosan-bosannya memanjakan mata. Kiri-kanannya dipenuhi dengan sengkedan rapi memagari tanaman daun bawang yang menganak sungai di sela hamparan tanaman strawbery, kol, brokoli, pohon markisa, kebun teh dan berbagai jenis bunga-bunga endemik Malino.
Setelah cukup bersabar, desa eksotis ini memberi rasa berbeda baik itu suhu yang semakin dingin maupun suasana yang juga dingin. Pasalnya daerah ini sangat sepi namun penduduknya ramah-ramah. Di desa ini terdapat kebun bunga dengan berbagai jenis bunga dikembangbiakkan manual masyarakat setempat.
Seluruh pekarangan rumah diwarnai bunga-bunga segar yang mengagumkan. Sisi yang tak berhuni dimanfaatkan bercocok tanam pangan dengan baik. Sengkedan-sengkedan rapi bertumpuk-tumpik di mana-mana. Di antaranya mengalir sungai jernih nan bening meriak indah.
Permukaan desa ini sangat tinggi. Walau begitu, dentuman air terjun di tengah jurang akan memanggil cepat. Kaki lelah pun akan terpikat turun mencuraminya. Jalan setapak terjal tidak menghalau rasa penasaran akan derit-derit air terjun tersebut. Jalanan menurun berbelok kemana-mana di penuhi batuan licin dan tanah basah. Untuk mencapai air terjun itu harus melingkari jauh sekitar satu jam. Perjalanan melelahkan tidak akan mengecewakan, karena tepat di tengah jurang air menelisik batuan alam dari berbagai arah. Yang terbesar adalah air terjun eksotis itu yang jatuh membelai danau kecil berpalung dalam. Air meretas-retas ramai, sangat indah, damai dan penuh kehangatan. Belum lagi aroma khas alam yang terus meraut dalam ingatan setiap pengunjung. Gemericik kehidupan bawah jurang yang sangat eksotis ini perlu disaksikan setiap pengunjung kota Malino. Belum lengkap rasanya jika tidak menghampiri tempat ini.
Sebagai oleh-oleh; tengteng, dodol, buah markisa, buah alpukat, dan sayur mayur segar lainnya dapat dijumpai pada pasar Malino. Jajanan bunga beraneka ragam terdapat dimana-mana. Berminat???
Selengkapnya...
MENCARI KARUNIA RABB DI BUMI-NYA YANG LUAS Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan sebaik-baiknya. Menjadi khalifah bumi dan melawan kebatilan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Luruskan niat! Tantang dunia dan Bangun peradaban!Allah bersamamu.....keep ISTIQOMAH
welcome to princess palace
Get your move for world better now and forever
Minggu, Oktober 31, 2010
Parang bobo, si eksotis Malino
Potret Memilukan Cikal Bangsa
Oleh: Putri Hana
Indonesia mengalami banyak perubahan di berbagai sektor, terdapat beberapa kemajuan di beberapa titik. Media mewartakan riuhnya kehidupan para eksekutif negara, wisata pasangan bagi selebritis, keberhasilan bola menjebol gawang, morat-maritnya calon pemimpin, sensasional kriminalitas atau tren tidak jelas. Tapi di pojok beton berlumut, di antara kerumunan orang mempestaporakan harga, di balik tirai aroma ikan bakar, ada sekelompok anak-anak tidak tahu-menahu berdiri. Mengharap belas kasih yang disertai beberapa receh.
Ditilik dari usianya, mereka sepantasnya berada dalam balutan seragam merah putih, belajar menghitung di rumah, saling mengejar prestasi di sekolah dan bercanda dalam sebuah kehangatan. Tetapi tidak bagi mereka yang mengernyit lelah. Mereka berlari-lari di antara panas dan hujan mengejar para pengiba. Mereka tersedu dalam kaleng-kaleng kosong.
Bagaimana wajah Indonesia maju jika potret kecil demikian tertutupi dengan isu koalisi partai? Bagaimana caranya kaki-kaki kecil itu menjadi harapan bangsa? Sesungguhnya dimana hati pengiba? Apakah mereka memberi sekedar tak ingin dikejar dan diganggu? Setelahnya rasa iba itu berganti dengan meeting, liburan dan belanja bulanan.
Begitulah nasib para tunas bangsa, tidak diperhatikan lagi. Mereka dibiarkan meronta kekeringan dijalanan. Meminta seberkas kehidupan kepada orang-orang yang lewat. Memelas di beberapa depan toko atau rumah makan. Beberapa diantaranya menggendong anak kecil untuk menimbulkan rasa iba. Mereka seolah tidak menikmati kehidupan sebenarnya. Mereka hanya tahu betapa susahnya mendapatkan sesuap nasi.
Entah darimana mereka? Dimana mereka tinggal? Tidak ada yang tahu pastinya. Ketika ditanya, mereka memilih diam atau mengalihkan pembicaraan. Di onak mereka hanya upaya agar tangan kosongnya yang mengadah berisi beberapa peser rupiah.
Wajahnya berdebu, pakaiannya kumal dan sobek dimana-mana. Tangannya mengadah ke atas sambil membawa cepuk bekas tempat sabun. Mereka menunggui setiap yang keluar dari rumah makan. Dan terus menunggui walau telah diacuhkan kecuali telah benar-benar menjauh dari tempat itu.
Kepedihan mereka sulit ditebak, terkadang mereka tertawa sesamanya mengurangi rasa galau. Ketika incaran telah nampak mereka bertebaran bergerombol mengadahkan tangan. Jika pupus, mereka bersenandung nyanyian tidak jelas untuk mengatasi kebosanan.
Anehnya mereka seperti melakukan tugas yang komando seseorang. Pasalnya keberadaan mereka tiba-tiba yang dengan begitu mudahnya dan banyaknya melakukan kerja. Siapa yang mengajari mereka? Hal ini yang menjadi dilema, baik anak tersebut maupun pengiba dibayang-bayangi lakon utama di balik pentas peminta-minta.
Pemerintah harus tanggap dengan kondisi kecil ini. Sebelum menjadi virus tak terobati menular kemana-mana. Aparatur negara dapat menjadikannya topik tersendiri dalam rapat-rapat penting. Mereka adalah aset bangsa yang memerlukan penanganan langsung secara serius.
Di beberapa kota sudah ditetapkan peraturan prihal pekerjaan meminta-minta. Mereka yang terjaring dikembalikan ke asalnya, ada yang diberdayakan dan ada yang luput kemudian beroperasi santai di depan toko-toko dan rumah makan. Meskipun mereka tidak mengetuk mobil pemilik orang-orang berkantung lagi, mereka tetap sama saja melakukan pekerjaan yang sama. Lalu bagaimana dengan belahan Indonesia yang lain? Begitu banyak tanya yang ingin di lontarkan untuk mereka.
Apa yang dilakukan orang diluar itu? Apakah itu pemerintah, pengusaha, media atau masyarakat sosial yang menyaksikannya. Hanya lalu lalang mengabaikannya. Apakah yang dilakukan pemerintah itu hanya sekedar tak ingin pintunya di ketuk gelandangan dan mendengar suara cempreng bergemerincing koin memekak telinga? Setelah jalan besar yang dilewatinya aman, ia tidak peduli. Benarkah yang lalu itu hanya membentuk paradigma untuk kepentingan lain?
Pemerintah baiknya membentuk suatu tim khusus yang menangani hal ini secara profesional. Tim ini melakukan penjaringan ke seluruh wilayah tanpa terkecuali. Anak-anak yang tersebut didata dan diusut tuntas asal-usulnya. Lakukan wawancara eksklusif untuk mengetahui masalah mereka karena semua ada untuk dibicarakan. Ikut sertakan psikolog untuk menguatkan nilai hidup mereka. Kembalikan ke keluarganya setelah diberi pengarahan berarti. Jika tidak memungkinkan ( tidak memiliki keluarga lagi) mereka diberdayakan sesuai hasil wawancara. Bisa saja mereka disekolahkan atau dibekali keterampilan dengan orang-orang berkompeten. Yang terpenting adalah kontrol proses dan hasil dari usaha ini.
Pengusaha, media dan masyarakat sosial lainnya juga harus turut berperan aktif. Mereka dapat menjadi donatur, pengajar, informan demi transparansi (ini penting dimana orang akan merasa di hargai), dan banyak lagi hal kebajikan lainnya. Mereka dapat saling membahu dengan pemerintah demi peradaban bangsa selanjutnya yang mungkin berada di tahta-tahta anak kurang beruntung ini.
Kita tidak bisa menutup mata dari semua ini. Kalau kita tidur di kasur empuk. Lalu dimanakah tubuh berbaju penuh debu itu tidur? Kalau kita makan teratur tiga sehari atau mandi dua kali sehari. Apakah pemilik suara cempreng pembawa alat musik dari tutup botol itu pernah memikirkan dan melakukan semua itu? Saatnya sekarang kerja sama bukan sekedar kerja keras tak berarah.
Selengkapnya...
Perpustakaan Ideal Meningkatkan Minat Baca
Oleh: Putri Hana
Di era globalisasi ini, buku hampir-hampir dilupakan. Untuk mendapatkan informasi, masyarakat cenderung senang menggunakan internet yang notabene lebih cepat. Baru-baru ini e-book yang tenar dengan layanan berbagai jenis buku mulai menggantikan posisi buku. Buku elektronik ini tentu saja berbeda dengan buku konvensional yang pada umumnya terdapat di perpustakaan-perpustakaan biasa. Bentuknya berupa softfile dengan ekstensi khusus.
Minat baca pun menurun seiring bertambahnya layanan-layanan internet. Beragam layanan internet ini lebih banyak menawarkan kemudahan jaringan seperti facebook yang membuat banyak orang lupa waktu. Di sudut-sudut ruangan, warung kopi (kafé) dan tempat umum yang memiliki free hotspot, semua umur mengharap keberuntungan dengan permainan poker. Siang dan malam tak ada bedanya, yang penting online dan meraup chip sebanyak mungkin sehingga membaca dianggap aktivitas kuno.
Buku adalah jendela dunia, bukan berarti digitalisasi buku seperti e-book tidak mampu memberi kontribusi pengetahuan dunia. Sedangkan keberadaan e-book hanya dapat digunakan sebagian orang. Selain kendala terbatasnya kepemilikan masyarakat luas, jarang ditemui orang dapat menatap monitor selama berjam-jam hanya untuk membaca e-book dengan ratusan halaman. Situasi ini tentunya tidak efektif dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat. Namun buku merupakan sarana baca yang dapat menyentuh semua lapisan masyarakat. Mudah dibawa kemana-mana, dibaca dalam gerbong atau bus, ditenteng bocah kecil hingga eksekutif muda dan bahkan sampai tertidur sekalipun. Buku pun menjadi ladang ilmu yang tidak pernah habis.
Perpustakaan sebagai wadah baca dan penyediaan buku akhir-akhir ini kurang diminati lagi. Alasan sepinya pengunjung di perpustakaan akibat koleksi buku yang tidak lengkap sehingga kedatangannya hanya menuai kecewa. Belum lagi pegawai perpustakaan yang kurang profesional dan tidak menguasai klasifikasi buku menyebabkan lamanya waktu mencari sebuah buku. Tidak luput pula kondisi tata ruang yang kadang menjenuhkan, tidak rapi dan semerawutan.
Mengingat besarnya manfaat buku dan kurangnya minat baca serta kunjungan perpustakaan maka seharusnya ada ruang tersendiri untuk memikirkan hal ini. Mula-mula perpustakaan harus menjadi ikon suatu wilayah (kota dan sekolah) yang menarik sehingga orang-orang mulai mencari tahu. Pelayanan dilakukan oleh pegawai yang berkemampuan dan mengesankan. Kondisi tata ruang yang proporsional dan rapi supaya pengunjung merasa nyaman, kemudian sistem keanggotaan yang dibuat berbeda dan adanya agenda kegiatan spesial. Hal ini akan membentuk pola pikir baru dalam masyarakat akan perpustakaan dan minat baca akan terpacu secara tersendirinya.
Pertama, menjadikan perpustakaan sebagai ikon wilayah (baik sekolah maupun kota).
Meskipun tidak mutlak perpustakaan harus mewah dan luas menampung banyak orang namun ada pilihan yang lebih baik. Pilihan tersebuat adalah membangun perpustakaan dengan konstruksi menarik dimana performance dibuat bergengsi dan kondisi ruangan yang nyaman. Bangunan dibuat dengan satu bagian utama berupa lingkaran (ruang baca umum) dan setiap arah empat mata angin ditempatkan ruang baca khusus berupa segi empat. Empat ruangan khusus tersebut didesain menurut tipikal manusia yakni auditori, visual, taktile dan kinestetik. Penempatan sudut keempat ruangan ini didasarkan pada arah terbit dan terbenamnya matahari sehingga tercipta visualisasi mengagumkan. Selain itu, pembagian klasifikasi buku dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan akses pengguna. Penjabaran lebih lanjut mengenai usulan konstruksi dan pembagian ruang secara khusus dapat dikonsultasikan dengan konseptor.
Kedua menyangkut fasilitas pelayanan perpustakaan, meliputi kuantitas dan kualitas buku. Koleksi buku yang disediakan mencakup sedapat mungkin literatur-literatur lampau sampai sekarang. Jumlahnya pun tidak sedikit. Selain itu, pelayanan sistem keanggotaan direncanakan lebih unik, kartu anggota dibuat eksklusif dengan sistem pembaharuan keanggotaan setiap tiga bulannya kecuali pada kondisi yang tidak bisa dihindari. Persyaratan pembaharuan keanggotaan lainnya adalah tepenuhinya jumlah buku bacaan yang ditetapkan dalam peraturan. Adapun keistimewaan dari anggota perpustakaan berupa fasilitas ruang baca khusus. Dan hanya anggota perpustakaan yang dapat mengikuti agenda spesial. Agenda kegiatan spesial dapat berupa lomba kreatif atau tour ke perpustakaan-perpustakaan di dunia. Pelayanan yang tidak kalah pentingnya yakni pengkondisian suasana kondusif, kesantunan pegawai dan ketegasan peraturan bagi pelanggar. Karena pengunjung satu dengan lainnya memiliki perbedaan sehingga perlu diberlakukan peraturan yang bersifat universal dan dipatuhi.
Terakhir, pentingnya agen penyedia. Baik buku yang memenuhi kualitas dan kuantitasnya juga pegawai perpustakaan yang berkemampuan lebih. Dengan adanya brand memukau dari perpustakaan tentunya memicu sensasi psikolog bagi khalayak ramai untuk berpartisipasi dalam pengelolaan perpustakaan ini. Sehingga dapat diadakan kerjasama dalam penyediakan buku, sarana baca yang lain dan pegawai berkemampuan serta hal-hal lainnya yang diperlukan. Agen penyedia itu dapat berupa penerbit, penulis, perpustakaan lain dan lembaga-lembaga yang turut prihatin dengan kondisi minat baca bangsa Indonesia. Termasuk dalam hal ini universitas yang memiliki kepakaran di bidang perpustakaan untuk merekomendasikan alumni yang dapat diandalkan. Tidak menutup kemungkinan pula pihak luar untuk turut berkontribusi dengan tanpa adanya kepentingan-kepentingan pribadi.
Perencanaan diatas dibuat berdasarkan tipe-tipe kekhasan manusia yang menjadi sifat dasarnya seperti eksklusivitas yang berkualitas. Hal inilah yang memberi sensasi psikologi yang besar dan sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat sampai pada terbentuknya insan pustaka sesungguhnya.
Segala bentuk perencanaan tersebut kadang terkendala oleh modal yang mendanai. Namun, jika hendak mengubah negeri ini dengan meningkatkan minat baca maka jangan setengah-setengah lagi. Pengeluaran dana yang besar itu tidak ada nilainya jika para pemuda penerus bangsa ini berpengetahuan banyak, berpikir kritis, berpola pikir strategi, berkemauan besar, komitmen dan bersikap positif.
Untuk pendanaan keberlangsungan perpustakaan dapat melakukan usaha-usaha kreatif, semisal mewadahi semua toko buku yang ada di wilayah tersebut (kota) atau melakukan bazar. Mungkin tidak jauh dari berdirinya bangunan perpustakaan dibuat pula kafe dengan panorama unik. Tentu saja peletakan bangunan kafe ini meninjau sudut-sudut ruang dan pencahayaan sehingga menimbulkan efek khas yang glamor. Salah satu syarat menikmati kafe ini adalah memiliki kartu perpustakaan dimana untuk mendapatkan kartu harus membaca buku dan memahami bacaan yang disepakati. Bahkan konstribusi bedah buku yang mendatangkan penulisnya langsung juga akan menjanjikan dalam usaha pendanaan perpustakaan. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mendanai perpustakaan jika kualitas yang disajikan tidak terbantahkan lagi.
Khusus untuk perpustakaan sekolah, pengadaan konstruksi tidak terlalu mendominasi namun dapat dicoba sebagai motivasi. Yang terpenting adalah kondisi nyaman, tenang, koleksi literatur yang lengkap dan pegawai yang sabar serta ramah. Sistem keanggotaan tidak perlu diadakan pembaharuan secara rutin, cukup dengan ketepatan pengembalian buku dan konfirmasi keterlambatan yang ditekankan. Hal ini akan menempa rasa tanggung jawab para siswa dan akan menjadi kebiasaan baik. Taktik lainnya adalah para guru merekomendasikan buku-buku perpustakaan sebagai bahan pengerjaan tugas.
Satu momen terbesar yakni festival perpustakaan dapat meningkatkan rasa keingintahuan, karena ketidaktahuan dalam suasana intelek akan sinkron dengan rasa ingin tahu akibat “malu”. Festival ini melibatkan perpustakaan sendiri, kemudian pustakawan, pemerintah dan masyarakat luas. Di beberapa hari yang ditetapkan diselenggarakan bazaar, diskusi, lomba, pameran, arak-arakan dan doorprize menggiurkan.
Perencanaan perpustakaan ideal ini berakhir dan hendak dimulai pengadaannya. Mimpi akan idealisme perpustakaan ini sudah membayang semakin dekat tinggal segera direalisasikan. Dan perpustakaan ideal ini bukan sekedar mimpi lagi tetapi menjemput momen tepat untuk dilaksanakan. Maka atas kesadaran seluruh masyarakatlah yang dapat mewujudkannya.
Selengkapnya...
Impian, Pilihan Peradaban
Oleh : Putri Hana
Terkadang tindakan seseorang tidak terlalu baik untuk yang lainnya. Setiap manusia diciptakan unik dan tidak pernah sama meskipun terlahir dari rahim yang sama secara bersamaan. Jiwa yang menggenggam jasadnya memiliki potensi berbeda- beda pula. Namun hakikatnya semuanya sama berasal dari tanah dan setetes mani. Berdasarkan demikian sesungguhnya manusia memiliki peluang yang sama untuk mencapai tujuan kehidupannya, sesuatu yang abadi.
Potensi manusia terlahir dari pilihannya sendiri dalam memilih kecenderungan untuk dikembangkan. Potensi yang dimaksud harus mampu menggerakkan seluruh keinginan dalam mempertahankan hidup. Seseorang tidak bisa berlari dari pilihan yang berjalan seiringan dengan nafas dan waktu. Oleh karena itu pentingnya menyadari potensi masing-masing sejak awal untuk menentukan pilihan-pilihan hidup.
Dilihat lebih dekat, masyarakat merupakan potensi besar dari kumpulan potensi-potensi dahsyat. Masing-masing membawa karakter uniknya berpadu dalam suatu budaya yang memungkinkan semua elemen di dalamnya bersinergis menjalankan kehidupan. Dan potensi terbesar ini adalah keselarasan dari berbagai potensi berbeda yang tidak jarang bertentangan.
Aturan-aturan yang muncul pun menjadi sangat mulia. Keselamatan moral menjadi tolak ukur ditunjukkan dengan ketentraman masyarakat berlatar belakang berbeda-beda. Kekisruhan yang hampir tidak ada, sama tenangnya dengan telaga di tengah peradaban hutan.
Seiring dengan waktu, potensi itu memilih lagi untuk bermutasi mengatasnamakan impian-impian idealis. Seluruh dunia pun mulai bermutasi sesuai kecenderungan potensi awal mereka. Moral menjadi dongeng terlupakan digantikan arogansi kepemilikan atas bumi. Kepincangan besar-besaran pun terjadi layaknya gunung-gunung sebagai pasak telah dicabut demi bangunan impian.
Rekonstruksi berbagai aspek kehidupan marak digalakkan untuk sebuah perubahan menjadi lebih baik. Transisi berbanding lurus dengan zaman terus menggantikan keusangan demi keusangan. Kaum intelek yang menjadi tonggak pun harus melakukan siklus-siklus baru dalam transfer ilmu, tangan-tangan manusia digantikan mesin-mesin canggih dan gaya hidup terus berlomba. Sampai pada pengejaran kuasa atas hipnotis teknologi. Lucunya, beberapa di antara mereka telah kehilangan esensi kehidupan serta tujuannya memijakkan kaki di pelataran dunia.
Impian menjadi tumbal pilihan dan dalih-dalih yang melumpuhkan kaum-kaum tak berdaya. Transisi ini menciptakan koloni-koloni budaya, terpecah-pecah, menyeruak tidak jelas ke dalam sesuatu yang disebut impian tersebut. Akhirnya sesuatu yang mengakar dalam masyarakat terjejali trend, lepes oleh impian, dan menua akibat sebuah pilihan. Namun peradaban tidak pernah dinikmati tanpa adanya impian besar. Oleh karena itu mulailah melakukan pilihan sejak bangun tidur. Pilihan akan mengubah dunia setiap detiknya.
Selengkapnya...
Indonesia Harus Memanusiakan Rakyatnya
Oleh: Putri Hana
Tidak ada hari libur dalam kalender kehidupan ini. Setiap waktu merupakan kesempatan besar untuk memperoleh setetes ilmu. Baik didapatkan lewat retorika dosen maupun orasi semangat berbagai organisasi. Semua itu demi kemajuan bangsa yang semakin tenggelam dalam lautan kebodohannya di mata elit dunia.
Kita dihadapkan pada wahana masyarakat dengan latar belakang warna suku, ras, agama dan tradisi yang berbeda-beda. Kadang kala warna itu bertolak belakang satu sama lainnya. Belum lagi amanah mewadahi pergaulan dilematis warna budaya yang terus menuntut. Kita sendiri pun bingung mengambil sikap atas kenyataan-kenyataan itu.
Sedih rasanya melihat moral-moral anak bangsa berlabel intelek mewariskan kebiasaaan-kebiasaan buruk seperti menyontek, menunda-nunda, menganggap remeh segala sesuatunya dan tidak tahu lagi berpakaian yang benar. Mereka mendewakan mode, style, party dan trend sehingga lupa kalau dirinya seorang manusia.
Berawal dari kondisi miris demikian, perlu adanya “pemaksaan” serius. Apabila tidak, mau tidak mau manusia-manusia Indonesia akan mengalami seleksi alam dan harus tersingkir dalam permainan kehidupan. Namun, resiko itu dapat diminimalisir dengan sebuah opsi besar. Opsi besar yang membutuhkan kerja sama semua elemen bangsa yaitu mengubah sistem pendidikan.
Dunia pendidikan selalu menjadi rumor mengepul di masyarakat. Mereka terus mencari pola-pola ideal pendidikan bagi anak- anak dan keluarganya. Mereka menginginkan anaknya mengenyam pendidikan dengan pembelajaran terbaik pada bidang kompetensinya tanpa pengecualian financial. Namun impian itu tidak lebih dari sekedar harapan, banyak anak-anak menjual suara cemprengnya demi uang receh. Seringkali anak-anak diperalat sebagian orang untuk kepentingan pribadi penjilat-penjilat kota. Bahkan anak-anak tersebut tidak tahu harus berbuat lagi. Untuk membayangkan sekolah pun mereka seperti pungguk merindukan bulan. Dan jiwa pesimis demikian telah tumbuh dengan sendirinya mengikuti fragmen pribadi yang memigurinya bertahun-tahun.
Elemen masyarakat dan pemerintah kurang memahami dengan baik esensi pendidikan. Padahal pendidikan hanya menginginkan manusia sadar pada posisinya sebagai manusia yakni manusia yang memiliki karakter unik, keegoisan dan perbedaan mencolok satu sama lainnya; manusia yang membutuhkan partisipasi orang lain baik fisik maupun pikirannya; dan manusia membutuhkan keteguhan hati, ketenangan dan nilai tanggung jawab besar terhadap Pencipta alam semesta.
Dalam interaksi yang penuh intrik dilema, manusia haus akan ilmu dan spiritual. Satu paket kebutuhan mutlak yang tidak dapat dipisahkan. Ketika dua hal tersebut terpisah, kebenaran akan status manusianya perlu dipertanyakan. Namun jika itu terpenuhi maka setiap pribadi akan sadar pada posisinya sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan.
Kembali kita melihat tataran pendidikan Indonesia yang cenderung pada salah satu sisi kebutuhan saja. Ada elemen pendidik yang sengaja menonjolkan pada sisi ilmunya saja dan diantaranya ada yang menenarkan sisi spiritualnya saja. Meskipun ada yang mencoba menyeimbangkan keduanya, masih banyak masyarakat awam dan pemerintah gelap mata menjadi penghalang niat mulia itu.
Sekolah- sekolah dan universitas yang ada terlalu kaku dengan doktrin pemerintah akan pendidikan formalnya. Akibatnya, banyak didikan merasa terbatas dalam melanglang buana pengetahuan. Di sisi lain, orang-orang yang memasuki gedung-gedung pencetak intelek hanya teruntuk pada pemilik kantong tebal. Sementara yang lain mengharap bintang jatuh menghampirinya.
Pemerintah tidak peka terhadap konflik sosial masyarakat yang merembes pada masalah pendidikan. Mereka tidak bisa menjinakkan bom kapitalisme yang merenggut kesempatan banyak orang. Mereka seakan tutup telinga akan tangis anak-anak kelaparan. Mereka membisu dan buta menyaksikan teriakan pilu seorang anak bersikeras ingin sekolah. Dan parahnya kaum elite itu tidak bisa memahami masyarakat awamnya untuk dicerdaskan.
Sementara banyak pula masyarakat yang tidak peduli terhadap pendidikan karena keterbatasan ilmunya. Oleh karena itu, setiap individu harus menyadari posisi dirinya masing-masing sebagai manusia yang sebenarnya. Menyadari betapa pentingnya koreksi diri terhadap kualitas pendidikan Indonesia. Dan pemerintah harus turun tangan langsung untuk memahamkan arti pendidikan yang sesungguhnya itu.
Pemerintah dapat segera memanusiakan rakyatnya dengan mengeluarkan undang-undang sistem pendidikan bertataran baru. Adapun sistem itu menitikberatkan pada resultan kualitas dan kuantitas per kompetensi individu. Di dalamnya terdapat teamwork yang beranggotakan pakar-pakar manajemen pendidikan. Tiap pakar dengan subdivisi bidangnya membawahi operator-operator pendidikan. Operator pendidikan ini langsung menangani masalah-masalah pengarah didikan yang telah ditentukan partisi-partisinya berdasarkan dimensi kesepakatan sebelumnya. Pengarah didikan dapat berupa tutor, forum, sekolah, universitas dan instansi pendidikan terkait lainnya. Dengan demikian jalannya pendidikan terkontrol dengan baik.
Selain itu, pemerintah harus menyiapkan opsi lain untuk memberdayakan orang-orang yang enggan sehingga semua kompetensi per individu dapat dikembangkan sesuai minat, bakat dan kemauannya. Sekarang saatnya kita melihat pahlawan pemberani melaksanakan ide ini. Ide yang membuat bangsa lain mempertimbangkan keberadan Indonesia. Sehingga kepincangan sumber daya alam dan manusia Indonesia dapat diminimalisir. Siapakah pahlawan itu? Pemuda!
Selengkapnya...
Optimalisasi Sumber Daya Indonesia dengan Perjuangan Perubahan
Oleh: Putri Hana
Di abad 21 ini, Indonesia ditantang untuk mendongkrak status sebagai negara berkembang. Meskipun secara fisik negara Indonesia bercorak agraris namun logikanya mampu menjadi pusat perekonomian dunia. Sumber daya alamnya yang melimpah ruah tersebar di setiap kepulauan. Belum lagi kondisi geografi yang menguntungkan. Setiap tahunnya sekitar 50.000 kapal melayari celah sempit Selat Malaka, sepertiga diantaranya merupakan armada tanker minyak dunia.
Selain itu, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu Lempeng Australia, Lempeng fasifik dan Lempeng Eurasia yang selalu bergerak menumbuk. Akibat tumbukan itu terbentuk palung samudra, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api dan gempa bumi (tsunami jika sumber berasal dari dasar laut). Kondisi ini membuat banyaknya pelapukan yang bersifat subur, sumber panas bumi, sedimen (sedimentary basin) penghasil minyak, kombinasi cekungan laut celuk (deep sea) dan laut dangkal.
Keberadaan kepulauan Indonesia di antara dua samudra menyebabkan pertukaran air dengan debit yang besar. Variasi topografi dasar laut juga mengakibatkan banyaknya lokasi upwelling, air laut dalam yang dingin dan kaya dengan nutrien untuk makanan ikan. Begitu juga spesies terumbu karang yang beragam memenuhi sebagian besar laut Indonesia. Posisi pulau-pulau yang dilalui garis khatulistiwa menimbulkan perolehan aliran air laut dan udara yang baik serta tingginya curah hujan.
Indonesia sangat beruntung dengan segala kekayaan akan potensi alam. Memiliki banyak peluang dalam menghasilkan profit bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, Indonesia justru digerogoti kemiskinan, kebodohan, masalah kesehatan, korupsi, kolusi dan nepotisme. Melihat kondisi kekayaan alam tersebut, setidaknya sistem yang berjalan di Indonesia mampu memenuhi segala kebutuhan masyarakat. Walaupun belum bisa dikategorikan negara maju.
Kita dapat melihat tataran Indonesia mulai dari masyarakat, perusahaan, pemerintah dan media. Masyarakat yang terlunta, perusahaan yang menang sendiri, pemerintah gembong korupsi dan media yang kehilangan berita. Jangan heran jika kondisi Indonesia seperti ini, karena hanya sebagian kecil orang yang mau memikirkan nasib bangsa ke depannya. Yang lain sibuk urusan masing-masing untuk meperkaya diri. Jika posisi Indonesia terancam barulah berkoar sikut sana sikut sini menyalahkan orang lain. Bahkan ada yang apatis. Sungguh miris dan mengerikan. Inilah yang disebut pengkhianat kemerdekaan. Inilah Indonesia yang malang. Persatuan, kesatuan dan bersatu hanya sekedar kata yang berdiri satu-satu. Sekedar label mencari aman.
Namun generasi telah berubah, begitu pula pemikiran mereka. Keprihatinan akan nasib bangsa ini mulai dilirik. Semakin memuncak seiring banyaknya masalah silih berganti. Namun pemikiran-pemikiran itu hanya menjadi milik perseorangan, kelompok atau organisasi tertentu saja. Seharusnya atas dasar persamaan rasa ini, Indonesia harus bangkit. Para pemikir duduk bersama mencari solusi dan segera merealisasikannya. Melakukan sebuah perubahan memang tidaklah mudah. Namun, jika sebuah komitmen dibangun sedari awal maka tidak ada kata sukar lagi. Teladan yang baik dalam usaha ini adalah perjuangan dalam merebut kemerdekaan, bukan sekedar materi tetapi banjir darah. Seyogyanya dipersiapkan generasi sekarang untuk masa depan yang gemilang.
Pengklasifikasian negara menurut kondisi sosial ekonomi telah mengekang banyak pikiran. Keinginan menjadi negara maju selama ini selalu dibayang-bayangi standarisasi berdasarkan negara maju yang sudah ada. Tetapi lihatlah Indonesia lebih luas dan dalam. Indonesia dapat menggunakan analogi demokrasi; dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kalau Indonesia memiliki banyak potensi maka tidak ada salahnya jika Indonesia pula yang mengelolanya untuk Indonesia sendiri. Mengelola dalam hal ini bukan langsung memblokade dengan melakukan nasionalisasi ekonomi. Secara bertahap, Indonesia memanajemeni semua sektor dan roda perputaran yang terkait di bawah pengawasan penuh Indonesia.
Ada faktor-faktor yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya yakni pendidikan, ekonomi, sosial budaya, kesehatan, politik dan keamanan yang memiliki keterkaitan satu sama lain dan saling membangun. Satu dengan lainnya saling mempengaruhi dan sama besar. Jika salah satunya tidak ada maka terjadi kepincangan-kepincangan sebagai bentuk awal sebuah kehancuran. Sehingga perlunya seluruh lapisan masyarakat Indonesia mengevaluasi faktor-faktor ini, mengidentifikasi, mendiskusikasikan dan segera memperbaikinya.
Sebuah gagasan yang sangat lucu. Indonesia sangat mempertahankan budayanya yang masih sangat kental, seperti adat istiadat, pola kehidupan dan pemikiran. Paham-paham masyarakat seperti ini terutama di pedalaman selalu turun temurun. Kelaziman di luar sana menjadi ancaman besar bagi mereka. Di sisi lain, Indonesia hendak bertransformasi. Sedang masalah kependudukan, tata ruang dan budaya seperti ini sukar diterima. Sementara itu, Indonesia juga bermaksud menjadikan budaya demikian aset bangsa yang harus dijaga sebelum UNESCO mengumumkan sebagai warisan dunia dari Indonesia. Inilah masalah yang sukar dijawab.
Di beberapa bagian, mahasiswa sebagai pemuda yang mengatasnamakan agent of change marak menyuarakan nasionalisasi ekonomi. Memang Indonesia tidak akan pernah leluasa menikmati kekayaannya jika tambang-tambang utama menjadi milik investor. Belum lagi kecurangan yang dilakukan pihak investor dengan oknum-oknum tidak bertanggung jawab dari Indonesia sendiri. Jika nasionalisasi ekonomi secara menyeluruh terlalu berat karena tidak seimbangnya sumber daya manusia pengelolanya, setidaknya ada negoisasi ulang. Seiring dengan usaha itu, Indonesia bisa menyeleksi secara ketat sarjana pengangguran untuk dipekerjakan.
Selayaknya pula, Indonesia memikirkan resiko-resiko kondisi geografinya untuk menekan pengeluaran negara. Struktur geografi yang menguntungkan harus disertai usaha-usaha infrastruktur yag memadai. Sebagai contoh, wilayah yang rawan terkena gempa harus memperhatikan aturan-aturan mendirikan bangunan dan material yang dipergunakan. Tidak luput pula, tata ruang kota yang teratur. Pembagian daerah industri dan kediaman masyarakat turut diatur. Termasuk di dalamnya instalasi listrik , telepon, air dan sanitasi serta layanan umum lainnya.
Satu lagi yang sama krusialnya, yaitu mengenai impor dan ekspor. Indonesia jangan termakan harga selangit untuk menjual semua bahan mentahnya. Lagi pula impor barang jadi dari hasil ekspor bahan mentah tadi memiliki nilai barang yang beratus kali lipat. Sebenarnya Indonesia dapat mengusahakan untuk memproduksi barang sendiri. Namun selalu berdalih modal dan sumber daya manusia. Jika mau, tidak akan susah. Diketahui bersama, perairan Indonesia merupakan trayek pelayaran kapal-kapal perdagangan. Indonesia dapat mempertegas beacukai dan batas-batas wilayah. Dan justru mendenda kapal-kapal yang curang dengan bea yang berlipat agar ada efek jera. Selain itu, kapal-kapal asing perompak ikan yang ditangkap menjadi milik Indonesia, kecuali memiliki izin yang kredibilitasnya diakui.
Menjadi negara yang setara wilayah utara garis hitam (negara maju) bukan impian lagi. Bahkan Indonesia dapat melakukannya lebih dari itu, mengingat sumber daya alam yang melimpah. Indonesia bisa membenahinya dari sekarang. Restruktur besar-besaran dilakukan secara total. Peraturan diberlakukan secara tegas dan mengikat. Setiap sistem ditinjau ulang, diperbaiki dan diganti jika diperlukan. Sekali lagi, memang butuh perjuangan besar untuk hasil yang memuaskan. Sehingga dibutuhkan semangat 45 untuk merebut kemajuan Indonesia.
Dan sebuah paradigma baru terbentuk, raksasa ekonomi akan beralih ke wilayah Asia. Kesempatan besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan peluang ini. Masih ada waktu yang banyak untuk melangkah lebih maju. Sumber daya alam harus segera diberdayagunakan secara optimal. Sedikit demi sedikit masalah kependudukan diatasi. Rakyat dilatih untuk berproduksi mandiri. Kualitas hidup masyarakat ditingkatkan. Filtrasi dan pembatasan dalam ekspor bahan mentah dilakukan. Fasilitas umum disediakan dengan lengkap. Penegakan aturan, hukum dan keamanan. Sistem pendidikan menyeluruh dan penanganan kesehatan yang baik. Yang terpenting adalah sistem monitoring sampai wilayah pelosok. Kedengarannya perubahan ini sangat ideal, namun Indonesia pasti bisa melewatinya selama semangat 45 terus membara di dada para generasi.
Mengatur perbahan kompleksitas hidup tidaklah mudah. Apalagi menyangkut kehidupan orang banyak beserta wilayah-wilayah yang tak dapat ditebak. Ujung tombak dari perubahan ini adalah pemimpin negara bukan pimpinan negara. Seorang pemimpin harus bisa mempengaruhi rakyatnya untuk melakukan perjuangan-perjuangan demi tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan. Ia harus tegas dan memposisikan dirinya sebagai pemimpin walau ada dalih pemimpin juga manusia. Memang ia juga manusia, tetapi manusia terpilih yang harus bersikap unggul. Dan ia adalah orang pertama yang harus bersentuhan dengan lawan-lawan main di dunia luar. Ia adalah instruktur tunggal dalam pengawasan kerja tim dan pemberlakuan hukum tanpa melihat latar belakang.
Tidak serta merta demikian, Indonesia akan mengumumkan pada dunia mengenai perubahan sikap. Inilah hak Indonesia menentukan sikap. Jika ada yang bermasalah, jalan negoisasi tidak mulus, maka tidak ada keraguan untuk mengankat senjata menegarkan batas-batas wilayah merah putih. Indonesia berani tak takut mati untuk kemerdekaan suci. Namun semua akan sia-sia jika tidak ada budaya konfirmasi, koordinasi atasan dan bawahan.
Selengkapnya...
Sabtu, Oktober 30, 2010
Dari Baruga Menuju Baruga
Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 di http://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html
(klik judul)
Oleh : Putri Hana
Siang menjelang sore, awan putih bergerombol tipis menyelubungi langit biru. Air danau unhas beriak kecil diterpa sepoi. Deretan pohon menggoyang pelan helai daun. Suara canda ria terdengar ramai di pelataran dasar gedung. Jejak-jejak ribut memenuhi jalan pinggir danau. Riuh rendah celoteh riang beberapa kelompok mahasiswa di square utama danau. Di tepi-tepi danau berjajar tidak teratur pemancing memainkan kidungnya masing-masing sambil menunggu kail. Bunga warna-warni bermekaran dan wangi rumput menyemat. Aku menaiki tangga menuju lantai dua gedung. Bergabung dalam kelompok menunggu pembicara. Menurut senior, yang datang adalah penulis dari pro-u media kebetulan beliau juga akan membedah buku.
Menit dan detik berlalu, sang penulis datang. Sedikit terkejut, sebuah sosok yang masih muda dan santai. Bukan orang tua yang dahinya berkerut. Jalannya sedikit menunduk dan tampak sedikit bicara. Perangainya tenang dan sopan. Ketika berbicara, bola matanya tidak mengarah pada wanita. Aku yang mahasiswa baru, terbiasa sewaktu SMA memperhatikan guru saat menerangkan merasa aneh saja. Karena pembahasannya menulis, aku fokus mendengarkan kiat-kiat menulis versi Fadlan al Ikhwani.
Segelintir kata-kata yang meluncur lancar membuatku sangat tersinggung. Namun singgungan itu justru memotivasi, maklum aku berobsesi menjadi penulis. Ada empat poin yang kucatat baik-baik yakni menulis sekarang juga, rasa malu tidak punya karya, ilmu itu bermanfaat dan jangat menyerah. Aku merasa tertantang dengan alur-alur petuah yang dilontarkannya satu persatu. Petang menjelang, rasa ingin tahuku bertambah, namun hari itu harus berakhir. Setidaknya aku berharap bisa berlanjut esok saat bedah buku. Aku terlalu berharap untuk bisa menghadiri bedah buku Let’s Go Muslim Muda Berani Beda karyanya. Dan aku melupakan sesuatu.
Esoknya, beginilah nasib mahasiwa baru, menjalani prosesi yang begitu berbeda. Menunduk sampai dagu rapat di dada, memasang telinga baik-baik. Kelompok laki-laki dan perempuan dipisahkan serta tidak boleh mengobrol bahkan melirik sekalipun. Senior di depan tengah menyampaikan selamat datang di jurusan dan menyosialisasikan prosesi berikutnya agar bisa masuk sebagai keluarga besar himpunan.
Setelah mengikuti prosesi fakultas kemarin-kemarin, aku kira semua telah selesai. Bahkan aku berpikir, prosesi ala senior ini adalah bagain dari acara wajib universitas. Ternyata tidak, aku melihat sekilas pembicara. Pakaian serba hitam, beberapa diantara senior laki-laki berambut gondrong dan tampak seram. Semakin lama senior itu berbicara, aku semakin tidak tenang. Kian lama dan lama, pikiranku melayang. Matahari meninggi, kekesalanku memuncak. Jam 11 lewat, sosialisasi yang disampaikan tidak masuk lagi. Pikiranku benar-benar kacau. Namun penantian itu berakhir.
Sambil menggerutu, aku berjalan menuju baruga AP Pettarani unhas untuk menghadiri bedah buku. Sangat terlambat, belum lagi kostum khas prosesiku yang mengundang perhatian. Aku melenggang cuek bersama teman-teman yang turut ikut. Tidak penting sorotan itu, aku harus fokus mendengarkan detik-detik terakhir ini. Sebuah sesi terakhir, pertanyaan terakhir dan jawaban terakhir. Aku sedikit kecewa karena tidak lama, acara bedah buku telah berujung.
Aku membeli buku yang dibedah. Seperti sebuah novel dan aku berpikir demikian, mungkin akan sedikit membosankan tetapi biarlah akan menghiburku. Di halaman kedua, kutulis 11 November 2007. Kutulis pula fakultas ke jurusan untuk mengenang prosesi dan sebagai prasasti buku pertama yang kumiliki setelah merantau ke Makassar. Setelahnya, buku itu langsung kumasukkan ke ransel. Mungkin kalau mood bagus, aku akan membacanya. Kalau tidak, ia akan menjadi antrian terakhir setelah tugas-tugas memusingkan dari senior dan sekelumit tugas kuliah lainnya.
Terik memenuhi kepala, haus menggerogoti tenggorokan dan debu tipis menghalau jalan. Kelelahan bertumpuk dan ingin segera sampai di rumah. Sesampai di kamar, isi ransel kutumpahkan. Pengaturan nada handphone kuubah menjadi silent, siap merebahkan diri. Beberapa detik sebelum kantuk menyerang, mataku tertuju pada sebuah buku. Aku mengambilnya, mulai membaca. Kata pengantar yang sangat santai dan agak gaul. Aku berujar dalam hati, wajar aja karena kata pengantar. Aku beranjak ke daftar isi, desainnya unik, menarik dan gaul. Terlebih chapter yang disajikan, sebuah realita sehari penuh dari bangun tidur hingga tidur kembali. Aku mulai berpikir, novel apa sebenarnya. Kian membuka halamannya, aku kian terkesima dengan desainnya dan mulai penasaran dengan isinya. Satu persatu halaman terlewati, ternyata bukan novel saudara-saudara, lirihku. Tetapi aku terus ingin membacanya, enggan berhenti. Isinya sederhana tetapi benar-benar menyodokku, mengisi akal pikiranku. Entah hingga halaman berapa, aku tertidur lelap. I love performance, design so much.
Berikutnya saat terjaga dan usai membersihkan diri, aku menenangkan pikiran dan mendekap buku itu. Setelah mendapat posisi yang tetap, ditemani secangkir teh, aku serius membaca. Sesekali aku tersenyum, menertawai diri sendiri, merenungi dan mengiyakan tulisan-tulisan itu. Habis. Aku benar-benar puas. Aku tidak menyesal melewati semua kekesalan sebelumnya. Aku sangat bersemangat untuk bangkit. Whoaaaaa.....aku siap memulai hidup baru. Berjanji pada diri sendiri.
Hari-hari kuliah berikutnya, aku heboh membicarakan buku ini. Mulai dari tampilan, isi dan keunikannya. Temanku meminjamnya, ia juga sangat tergugah. Namun aku heran, buku itu sangat lama dipinjam pedahal ada beberap hal yang ingin kutilik lagi. Aku pun menanyakannya, ternyata ia merasa tidak enak karena buku rasa majalah itu lembarannya terlepas-lepas. Saat itu, aku masih berusia 17 tahun, emosi yang labil. Aku mengambil buku tersebut dengan sedikit dingin sambil mengingat sebuah poin don’t cry di buku itu. Sabar.....
Buku ini sangat berarti, ia memberi perubahan mendasar pada diriku. Dunia SMA yang lalu adalah zona kenyamananku yang bertabur persaingan sehat, prestasi dan dukungan penuh orang-orang sekitar. Di kampus, aku baru memulai pertemanan. Mecoba mencari keramahan dunia teknik, menjalin silaturrahim dan memahami dialek bahasa yang berbeda. Awal yang terasa sulit, tetapi buku ini sangat membantu pengembangan mentalku menghadapi tantangan dinamika kampus yang cultural.
Aku suka menjawab pernyataan sekaligus pertanyaan pilihan ini pada halaman 143 di buku tersebut yang tertera sebagai berikut:
Sebuah pilihan
Ya, sekarang mari kita melangkah!
Menjadi pengukir sejarah ataukah korban sejarah
Menjadi manusia perkasa atau manusia biasa
Menjadi pribadi penuh potensi ataukah rendah diri
Menjadi manusia super ataukah manusia kuper
Menjadi maju atau pemalu
Menjadi pemimpin ataukah pengekor
Menjadi pahlawan ataukah pecundang
Tentu saja aku ingin menjadi pengukir sejarah, manusia yang perkasa, menjadi pribadi penuh potensi, menjadi manusia super, menjadi maju, menjadi pemimpin dan menjadi pahlawan. Beranjak dari pilihan-pilihan ini aku rajin mengikuti training motivasi, achievement, self managing, problem solving, life planning, dan training kepribadian lainnya. Aku sangat ingin mengikuti training public speaking karena aku ingin menjadi inspirator untuk lainnya.
Sejak itu, aku juga rajin membaca buku terutama buku motivasi dan aspek pengembangan diri lainnya. Dari pro-u, aku mendapat banyak hal yang sangat berbeda dari buku lainnya, sederhana tetapi berbobot. Dari pro-u, aku mengenal Solikhin Abu Izzudin yang menggugahku lewat Zero to Hero dan The Way to Win. Aku juga jadi gemar menghadiri bedah buku Salim A Fillah di tempat yang sama yakni baruga. Baru dua judul, Jalan Cinta Para Pejuang dan Dalam Dekapan Ukhuwah. Aku sangat menunggu bedah buku - bedah buku pro-u lainnya di Makassar, baruga khususnya.
Dari semua itu, aku memiliki kepribadian yang sangat membantu untuk tetap bertahan. Bersemangat menggapai impian dan terus bangkit. Di semester lima, aku mengalami masalah dan terus berlanjut hingga depresi. Saat itu, aku aktif di berbagai organisasi dan berusaha menjaga IPK di atas 3,5. Rapat silih berganti, tugas bertambah kian hari dan menjadi asisten studio. Sangat sibuk sehingga sering pulang malam dan terkadang larut. Beberapa waktu kemudian, aku jatuh sakit dan hasil USG menunjukkan alergi selaput paru-paru. Dokter melarangku keluar setelah magrib. Aku tidak mengindahkannya, kadang melanggarnya. Ternyata efeknya terjadi di semester tujuh. Aku benar-benar sensitive dengan cuaca setelah magrib.
Kondisi tersebut membuatku terbatas dan terasa membunuh diriku yang selama ini terus bergerak. Yang selama ini akan tidur ketika lelah. Aku merasa down, yang tersisa adalah semangat prasasti impian beberapa waktu silam. Untuk menjaga semangat itu, aku membaca buku-buku motivasi, termasuk Let’s Go,. Aku menyukai chapter terencana yang mengingatkan pada impian-impianku. Di chapter efektif pada poin manusia produktif memacuku untuk menjadi luar biasa dan berbeda. Mohon doanya, semoga aku bisa menyelesaikan studi sesuai perencanaan. Insya Allah 23 Juni 2011, aku akan ke baruga lagi. Bukan untuk menghadiri bedah buku tetapi untuk diwisuda. Amin.....Optimis saja.....
Sekedar berbagi, ada anggapan teman-teman yang menggelitikku. Kata mereka aku cerdas, akademik OK, organisasi OK, semua OK. Waduh.....ini kesalahan. Aku tidak jauh berbeda dengan mereka, hanya aku memiliki cara dan kemauan. Mereka menganggap otakku encer karena mudah memahami penjelasan dosen pedahal sebelumnya aku berkutat dengan buku-buku mengenai materi tersebut sampai berkerut-kerut. Mereka menganggapku mengingat semua perkuliahan, justru aku merasa orang yang paling cepat lupa di kelas. Pedahal hanya saja setiap waktu tertentu, aku membaca kembali catatan. Mereka menganggapku pandai mengatur waktu pedahal aku terkadang pusing sendiri sehingga harus mencatat semua yang harus dilakukan dan membawanya kemana-mana seolah-olah orang pikun. Mereka menganggapku perfect, pedahal aku tahu diriku tidak jauh berbeda dengan mereka. Kalaupun ada perbedaan, hanya terletak pada impian, aku melakukan usaha-usaha karena impian tersebut. Belum terlambat membuat impian, karena akupun benar-benar membuatnya saat mahasiswa baru. LET’S GO!!!!!
Syukur tiada henti ya Rabb, salam shalawat teruntuk Rasulullah, thanks to Mom, Dad and My brothers, thanks to Fadlan al Ikhwani and pro-u media, thanks to all my inspirator include Najva, Kak Holid, Kak Uzu. Jazakumullah.....
Selengkapnya...