welcome to princess palace


Get your move for world better
now and forever

Sabtu, Oktober 30, 2010

Dari Baruga Menuju Baruga

Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 di http://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html
(klik judul)

Oleh : Putri Hana

Siang menjelang sore, awan putih bergerombol tipis menyelubungi langit biru. Air danau unhas beriak kecil diterpa sepoi. Deretan pohon menggoyang pelan helai daun. Suara canda ria terdengar ramai di pelataran dasar gedung. Jejak-jejak ribut memenuhi jalan pinggir danau. Riuh rendah celoteh riang beberapa kelompok mahasiswa di square utama danau. Di tepi-tepi danau berjajar tidak teratur pemancing memainkan kidungnya masing-masing sambil menunggu kail. Bunga warna-warni bermekaran dan wangi rumput menyemat. Aku menaiki tangga menuju lantai dua gedung. Bergabung dalam kelompok menunggu pembicara. Menurut senior, yang datang adalah penulis dari pro-u media kebetulan beliau juga akan membedah buku.

Menit dan detik berlalu, sang penulis datang. Sedikit terkejut, sebuah sosok yang masih muda dan santai. Bukan orang tua yang dahinya berkerut. Jalannya sedikit menunduk dan tampak sedikit bicara. Perangainya tenang dan sopan. Ketika berbicara, bola matanya tidak mengarah pada wanita. Aku yang mahasiswa baru, terbiasa sewaktu SMA memperhatikan guru saat menerangkan merasa aneh saja. Karena pembahasannya menulis, aku fokus mendengarkan kiat-kiat menulis versi Fadlan al Ikhwani.

Segelintir kata-kata yang meluncur lancar membuatku sangat tersinggung. Namun singgungan itu justru memotivasi, maklum aku berobsesi menjadi penulis. Ada empat poin yang kucatat baik-baik yakni menulis sekarang juga, rasa malu tidak punya karya, ilmu itu bermanfaat dan jangat menyerah. Aku merasa tertantang dengan alur-alur petuah yang dilontarkannya satu persatu. Petang menjelang, rasa ingin tahuku bertambah, namun hari itu harus berakhir. Setidaknya aku berharap bisa berlanjut esok saat bedah buku. Aku terlalu berharap untuk bisa menghadiri bedah buku Let’s Go Muslim Muda Berani Beda karyanya. Dan aku melupakan sesuatu.

Esoknya, beginilah nasib mahasiwa baru, menjalani prosesi yang begitu berbeda. Menunduk sampai dagu rapat di dada, memasang telinga baik-baik. Kelompok laki-laki dan perempuan dipisahkan serta tidak boleh mengobrol bahkan melirik sekalipun. Senior di depan tengah menyampaikan selamat datang di jurusan dan menyosialisasikan prosesi berikutnya agar bisa masuk sebagai keluarga besar himpunan.
Setelah mengikuti prosesi fakultas kemarin-kemarin, aku kira semua telah selesai. Bahkan aku berpikir, prosesi ala senior ini adalah bagain dari acara wajib universitas. Ternyata tidak, aku melihat sekilas pembicara. Pakaian serba hitam, beberapa diantara senior laki-laki berambut gondrong dan tampak seram. Semakin lama senior itu berbicara, aku semakin tidak tenang. Kian lama dan lama, pikiranku melayang. Matahari meninggi, kekesalanku memuncak. Jam 11 lewat, sosialisasi yang disampaikan tidak masuk lagi. Pikiranku benar-benar kacau. Namun penantian itu berakhir.

Sambil menggerutu, aku berjalan menuju baruga AP Pettarani unhas untuk menghadiri bedah buku. Sangat terlambat, belum lagi kostum khas prosesiku yang mengundang perhatian. Aku melenggang cuek bersama teman-teman yang turut ikut. Tidak penting sorotan itu, aku harus fokus mendengarkan detik-detik terakhir ini. Sebuah sesi terakhir, pertanyaan terakhir dan jawaban terakhir. Aku sedikit kecewa karena tidak lama, acara bedah buku telah berujung.

Aku membeli buku yang dibedah. Seperti sebuah novel dan aku berpikir demikian, mungkin akan sedikit membosankan tetapi biarlah akan menghiburku. Di halaman kedua, kutulis 11 November 2007. Kutulis pula fakultas ke jurusan untuk mengenang prosesi dan sebagai prasasti buku pertama yang kumiliki setelah merantau ke Makassar. Setelahnya, buku itu langsung kumasukkan ke ransel. Mungkin kalau mood bagus, aku akan membacanya. Kalau tidak, ia akan menjadi antrian terakhir setelah tugas-tugas memusingkan dari senior dan sekelumit tugas kuliah lainnya.

Terik memenuhi kepala, haus menggerogoti tenggorokan dan debu tipis menghalau jalan. Kelelahan bertumpuk dan ingin segera sampai di rumah. Sesampai di kamar, isi ransel kutumpahkan. Pengaturan nada handphone kuubah menjadi silent, siap merebahkan diri. Beberapa detik sebelum kantuk menyerang, mataku tertuju pada sebuah buku. Aku mengambilnya, mulai membaca. Kata pengantar yang sangat santai dan agak gaul. Aku berujar dalam hati, wajar aja karena kata pengantar. Aku beranjak ke daftar isi, desainnya unik, menarik dan gaul. Terlebih chapter yang disajikan, sebuah realita sehari penuh dari bangun tidur hingga tidur kembali. Aku mulai berpikir, novel apa sebenarnya. Kian membuka halamannya, aku kian terkesima dengan desainnya dan mulai penasaran dengan isinya. Satu persatu halaman terlewati, ternyata bukan novel saudara-saudara, lirihku. Tetapi aku terus ingin membacanya, enggan berhenti. Isinya sederhana tetapi benar-benar menyodokku, mengisi akal pikiranku. Entah hingga halaman berapa, aku tertidur lelap. I love performance, design so much.

Berikutnya saat terjaga dan usai membersihkan diri, aku menenangkan pikiran dan mendekap buku itu. Setelah mendapat posisi yang tetap, ditemani secangkir teh, aku serius membaca. Sesekali aku tersenyum, menertawai diri sendiri, merenungi dan mengiyakan tulisan-tulisan itu. Habis. Aku benar-benar puas. Aku tidak menyesal melewati semua kekesalan sebelumnya. Aku sangat bersemangat untuk bangkit. Whoaaaaa.....aku siap memulai hidup baru. Berjanji pada diri sendiri.

Hari-hari kuliah berikutnya, aku heboh membicarakan buku ini. Mulai dari tampilan, isi dan keunikannya. Temanku meminjamnya, ia juga sangat tergugah. Namun aku heran, buku itu sangat lama dipinjam pedahal ada beberap hal yang ingin kutilik lagi. Aku pun menanyakannya, ternyata ia merasa tidak enak karena buku rasa majalah itu lembarannya terlepas-lepas. Saat itu, aku masih berusia 17 tahun, emosi yang labil. Aku mengambil buku tersebut dengan sedikit dingin sambil mengingat sebuah poin don’t cry di buku itu. Sabar.....

Buku ini sangat berarti, ia memberi perubahan mendasar pada diriku. Dunia SMA yang lalu adalah zona kenyamananku yang bertabur persaingan sehat, prestasi dan dukungan penuh orang-orang sekitar. Di kampus, aku baru memulai pertemanan. Mecoba mencari keramahan dunia teknik, menjalin silaturrahim dan memahami dialek bahasa yang berbeda. Awal yang terasa sulit, tetapi buku ini sangat membantu pengembangan mentalku menghadapi tantangan dinamika kampus yang cultural.
Aku suka menjawab pernyataan sekaligus pertanyaan pilihan ini pada halaman 143 di buku tersebut yang tertera sebagai berikut:


Sebuah pilihan
Ya, sekarang mari kita melangkah!
Menjadi pengukir sejarah ataukah korban sejarah
Menjadi manusia perkasa atau manusia biasa
Menjadi pribadi penuh potensi ataukah rendah diri
Menjadi manusia super ataukah manusia kuper
Menjadi maju atau pemalu
Menjadi pemimpin ataukah pengekor
Menjadi pahlawan ataukah pecundang

Tentu saja aku ingin menjadi pengukir sejarah, manusia yang perkasa, menjadi pribadi penuh potensi, menjadi manusia super, menjadi maju, menjadi pemimpin dan menjadi pahlawan. Beranjak dari pilihan-pilihan ini aku rajin mengikuti training motivasi, achievement, self managing, problem solving, life planning, dan training kepribadian lainnya. Aku sangat ingin mengikuti training public speaking karena aku ingin menjadi inspirator untuk lainnya.

Sejak itu, aku juga rajin membaca buku terutama buku motivasi dan aspek pengembangan diri lainnya. Dari pro-u, aku mendapat banyak hal yang sangat berbeda dari buku lainnya, sederhana tetapi berbobot. Dari pro-u, aku mengenal Solikhin Abu Izzudin yang menggugahku lewat Zero to Hero dan The Way to Win. Aku juga jadi gemar menghadiri bedah buku Salim A Fillah di tempat yang sama yakni baruga. Baru dua judul, Jalan Cinta Para Pejuang dan Dalam Dekapan Ukhuwah. Aku sangat menunggu bedah buku - bedah buku pro-u lainnya di Makassar, baruga khususnya.

Dari semua itu, aku memiliki kepribadian yang sangat membantu untuk tetap bertahan. Bersemangat menggapai impian dan terus bangkit. Di semester lima, aku mengalami masalah dan terus berlanjut hingga depresi. Saat itu, aku aktif di berbagai organisasi dan berusaha menjaga IPK di atas 3,5. Rapat silih berganti, tugas bertambah kian hari dan menjadi asisten studio. Sangat sibuk sehingga sering pulang malam dan terkadang larut. Beberapa waktu kemudian, aku jatuh sakit dan hasil USG menunjukkan alergi selaput paru-paru. Dokter melarangku keluar setelah magrib. Aku tidak mengindahkannya, kadang melanggarnya. Ternyata efeknya terjadi di semester tujuh. Aku benar-benar sensitive dengan cuaca setelah magrib.

Kondisi tersebut membuatku terbatas dan terasa membunuh diriku yang selama ini terus bergerak. Yang selama ini akan tidur ketika lelah. Aku merasa down, yang tersisa adalah semangat prasasti impian beberapa waktu silam. Untuk menjaga semangat itu, aku membaca buku-buku motivasi, termasuk Let’s Go,. Aku menyukai chapter terencana yang mengingatkan pada impian-impianku. Di chapter efektif pada poin manusia produktif memacuku untuk menjadi luar biasa dan berbeda. Mohon doanya, semoga aku bisa menyelesaikan studi sesuai perencanaan. Insya Allah 23 Juni 2011, aku akan ke baruga lagi. Bukan untuk menghadiri bedah buku tetapi untuk diwisuda. Amin.....Optimis saja.....

Sekedar berbagi, ada anggapan teman-teman yang menggelitikku. Kata mereka aku cerdas, akademik OK, organisasi OK, semua OK. Waduh.....ini kesalahan. Aku tidak jauh berbeda dengan mereka, hanya aku memiliki cara dan kemauan. Mereka menganggap otakku encer karena mudah memahami penjelasan dosen pedahal sebelumnya aku berkutat dengan buku-buku mengenai materi tersebut sampai berkerut-kerut. Mereka menganggapku mengingat semua perkuliahan, justru aku merasa orang yang paling cepat lupa di kelas. Pedahal hanya saja setiap waktu tertentu, aku membaca kembali catatan. Mereka menganggapku pandai mengatur waktu pedahal aku terkadang pusing sendiri sehingga harus mencatat semua yang harus dilakukan dan membawanya kemana-mana seolah-olah orang pikun. Mereka menganggapku perfect, pedahal aku tahu diriku tidak jauh berbeda dengan mereka. Kalaupun ada perbedaan, hanya terletak pada impian, aku melakukan usaha-usaha karena impian tersebut. Belum terlambat membuat impian, karena akupun benar-benar membuatnya saat mahasiswa baru. LET’S GO!!!!!

Syukur tiada henti ya Rabb, salam shalawat teruntuk Rasulullah, thanks to Mom, Dad and My brothers, thanks to Fadlan al Ikhwani and pro-u media, thanks to all my inspirator include Najva, Kak Holid, Kak Uzu. Jazakumullah.....



2 komentar:

Putri Hana mengatakan...

teruskan perjuangan

Anonim mengatakan...

tetap semangat, perjuangan yang sesungguhnya sedang menunggu didepan nyata.
*syukron...

~ dy ~